Kamis, 19 Mei 2022

Bank Dunia Sediakan 30 Miliar Dolar Atasi Krisis Pangan Akibat Perang Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank Dunia akan menyediakan dana sebesar 30 miliar dolar AS untuk membantu membendung krisis ketahanan pangan, akibat konflik Rusia-Ukraina. Konflik ini telah memotong sebagian besar ekspor biji-bijian dari kedua negara. Dari total dana tersebut, sebanyak 12 miliar dolar AS akan dialokasikan untuk proyek-proyek baru. Sementara 18 miliar dolar AS digunakan untuk proyek-proyek terkait pangan dan gizi yang telah disetujui tetapi belum dicairkan. "Kenaikan harga pangan memiliki dampak yang menghancurkan bagi mereka yang paling miskin dan paling rentan. Untuk menginformasikan dan menstabilkan pasar, sangat penting bahwa negara-negara membuat pernyataan yang jela tentang peningkatan produksi di masa depan, sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina," kata Presiden Bank Dunia David Malpass. Bank Dunia mengatakan, proyek-proyek baru diharapkan dapat mendukung pertanian, perlindungan sosial untuk melindungi dampak dari harga pangan yang lebih tinggi pada orang miskin, serta proyek-proyek air dan irigasi. Sebagian besar sumber pendanaan akan diberkikan ke Afrika dan Timur Tengah, Eropa Timur dan Asia Tengah, serta Asia Selatan. Daerah-daerah ini termasuk yang paling terpukul oleh dampak perang di Ukraina, terutama terkait pasokan biji-bijian. Misalnya saja, Mesir sangat bergantung pada impor gandum dari Ukraina dan Rusia. Pasokan gandum di Mesir terganggi karena Rusia telah memblokade ekspor pertanian Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam. Rusia juga telah memberlakukan pembatasan ekspor domestik. Rencana Bank Dunia adalah komponen terbesar dari laporan Departemen Keuangan AS yang merangkum rencana aksi ketahanan pangan dari lembaga keuangan internasional yang dirilis pada Rabu (17/5/2022). Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan berencana menyediakan dana sebesar 500 juta euro atau 523,5 juta dolar AS untuk ketahanan pangan dan pembiayaan perdagangan untuk produk pertanian dan makanan di Ukraina maupun negara tetangga yang terdampak. Dari total tersebut, Ukraina akan mendapatkan 200 juta euro dan negara tetangga di sekitarnya akan mendapatkan 300 juta euro.

Harga Emas Turun 0,27%, Ini Penyebabnya

JAKARTA - Harga emas tergelincir pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), tertekan penguatan dolar setelah mencatat penurunan harian terbesar dalam lebih dari dua bulan, karena Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell memberikan nada yang lebih hawkish (rejim suku bunga tinggi) ketika bank sentral berupaya untuk mengendalikan lonjakan inflasi. Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Juni di divisi Comex New York Exchange, merosot tiga dolar AS atau 0,16 persen, menjadi ditutup pada 1.815,90 dolar AS per ounce, menghentikan kenaikan selama dua hari berturut-turut. BACA JUGA:Harga Emas Naik 0,27% di Tengah Pelemahan Dolar AS Emas berjangka terdongkrak 4,9 dolar AS atau 0,27 persen menjadi 1.818,90 dolar AS pada Selasa (17/5/2022), setelah menguat 5,8 dolar AS atau 0,32 persen menjadi 1.814,00 dolar AS pada Senin (16/5/2022), dan jatuh 16,4 dolar AS atau 0,9 persen menjadi 1.808,20 dolar AS pada Jumat (13/5/2022). Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,43 persen menjadi 103,8100. "Kami telah melihat sedikit gerakan korektif pada greenback yang telah mengurangi beberapa tekanan pada logam kuning tetapi kami mungkin sudah melihat pengembalian itu," kata seorang analis. BACA JUGA:Harga Emas Naik 0,32% Jadi USD1.814/Ounce Investor tampak bereaksi terhadap pernyataan hawkish dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell. Berbicara di acara Wall Street Journal pada Selasa (17/5/2022), Powell mengatakan Federal Reserve akan terus menaikkan suku bunga sampai ada "bukti yang jelas dan meyakinkan" bahwa inflasi akan turun.